Rochunesia - Tebu
    (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman semusim
    perkebunan yang digunakan sebagai bahan baku utama produksi gula. Tebu
    termasuk dalam famili Poaceae, yaitu jenis rumput-rumputan. Tebu
    dapat tumbuh optimal di daerah iklim tropis termasuk Indonesia. Di
    Indonesia, budidaya tebu banyak dijumpai di pulau Jawa dan Sumatera.
    Kebutuhan gula dalam negeri diperkirakan terus meningkat seiring dengan
    pertambahan jumlah penduduk. Tingginya konsumsi gula dalam negeri
    menyebabkan tanaman ini sangat dibutuhkan sehingga kebutuhannya harus dapat
    memenuhi konsumsi langsung rumah tangga serta konsumsi tidak langsung oleh
    industri. 
 
    Produk Olahan Tebu
(sumber: ramesia.com)
Klasifikasi Tanaman Tebu
Menurut Steenis (2005), klasifikasi tebu dalam sistem tata nama tumbuhan
    sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L. 
Teknik Budidaya Tanaman Tebu (
    Saccharum officinarum
     L.)
Budidaya tebu dapat dilakukan di lahan sawah dan lahan kering. Budidaya
    tebu memiliki beberapa langkah agar tebu yang ditanam dapat menghasilkan
    rendemen yang tinggi sebagai bahan dasar pembuatan gula. Beberapa langkah
    budidaya tersebut meliputi persiapan lahan, penyediaan bahan tanam (bibit),
    penanaman, pemeliharaan dan panen. 
1. 
    Persiapan Lahan 
Persiapan lahan budidaya tebu baiknya dilakukan pada akhir musim hujan
    ataupun awal musim kemarau. Persiapan lahan ini meliputi pembersihan lahan
    dari gulma ataupun tanaman sebelumnya. Setelah lahan dibersihkan, langkah
    selanjutnya adalah pengolahan tanah. Tujuan utama pengolahan tanah adalah
    untuk menyediakan tempat tumbuhnya tanaman, memperbaiki kondisi fisik
    tanah, dan membantu mengontrol gulma (Hunt, 1995 cit.
    Pramuhadi, 2009).
 
    Tanaman Tebu
(sumber: liputan6.com)
2. 
    Penyediaan bahan tanam
Terdapat berberapa standar kualitas bibit tebu dari varietas unggul yang
    harus dipenuhi, yakni:
1. Memiliki gaya berkecambah > 90 %, segar, tidak berkerut dan tidak
    kering,
2. Panjang ruas berkisar 15-20 cm dan tidak ada gejala hambatan
    pertumbuhan,
3. Diameter batang ± 2 cm dan tidak mengkerut/mengering,
4. Mata tunas masih dorman, segar dan tidak rusak, primordia akar belum
    tumbuh dan bebas dari penyakit pembuluh (Indrawanto et al., 2010). 
3. 
    Penanaman. 
Saat penanaman tebu, kondisi tanah dikehendaki lembab tapi tidak terlalu
    basah dengan cuaca cerah. Masa penanaman tebu yang tepat ialah akhir musim
    kemarau sampai awal musim hujan atau sebaliknya (Astuti, 2011). Terdapat
    dua cara bertanam tebu yakni menanam pada dalam aluran dan menanam pada
    lubang tanam. Pada cara pertama, bibit diletakkan sepanjang aluran, ditutup
    tanah setebal 2-3 cm dan disiram. Untuk cara yang kedua, bibit diletakan
    melintang sepanjang solokan penanaman dengan jarak 30-40 cm. Penanaman tebu
    dilakukan setelah tanah disiram/basah. 
4. 
    Pemeliharaan. 
Pemeliharaan tanaman tebu terdiri dari penyulaman, penyiangan, pembumbunan
    dan penggemburan, pemupukan, pemeliharaan saluran drainase dan pengendalian
    OPT (organisme pengganggu tanaman).
4.1 Penyulaman
Bibit tebu yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru ataupun tanaman
    keprasan agar diperoleh populasi tebu yang optimal maka harus dilakukan
    penyulaman. Penyulaman tebu dilakukan pada 30-40 hari setelah tanam (hst)
    untuk tanaman baru, sedangkan untuk tanaman keprasan penyulaman dilakukan
    paling lama 5 hari setelah tebang.
4.2 Pembumbunan dan Penggemburan
Pembumbunan bertujuan untuk menutup tanaman dan menguatkan batang sehingga
    pertumbuhan anakan dan pertumbuhan batang lebih kokoh. Pembumbunan di lahan
    kering sekaligus dilakukan dengan penggemburan yang merupakan kegiatan yang
    bertujuan untuk mengendalikan gulma, menggemburkan dan meratakan tanah,
    memutuskan perakaran tebu (tanaman tebu ratoon) dan membantu aerasi pada
    daerah perakaran. 
4.3 Pemupukan
Pemupukan tebu dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan tanaman
    untuk mencegah kehilangan pupuk dan dosis yang digunakan disesuaikan dengan
    kondisi lahan. Pedoman umum dari P3GI (1988): untuk tanaman pertama, pupuk
    pertama yang terdiri dari ZA dan TSP (untuk daerah dengan musim kemarau
    panjang) atau ZA+TSP+KCl (untuk daerah dengan musim kemarau pendek),
    diberikan sesaat sebelum tanam, ditaburkan pada dasar juringan sedangkan
    pupuk yang kedua terdiri dari ZA dan KCl diberikan pada umur 1,5-2 bulan
    dengan cara ditaburkan dalam larikan kemudian ditutup dengan pemberian
    tanah pertama. 
4.4 Pengairan dan Penyiraman
Menurut (Sutardjo, 1999) pengairan dilakukan dengan berbagai cara:
a) Air dari bendungan dialirkan melalui saluran penanaman.
b) Penyiraman lubang tanam ketika tebu masih muda. Waktu tanaman berumur 3
    bulan, dilakukan pengairan lagi melalui saluran-saluran kebun.
c) Air siraman diambil dari saluran pengairan dan disiramkan ke tanaman.
d) Got-got dibendung sehingga air mengalir ke lubang tanam.
Pemeliharaan saluran drainase terutama perlu dilakukan selama musim hujan
    untuk menjaga kelancaran pengeluaran air yang berlebih. 
4.5 Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)
Hama, patogen dan gulma dapat menurunkan produksi tebu jika tetap dibiarkan
    tanpa dilakukan pengendalian. Cara pengendalian hama dan patogen penyakit
    yang biasa dilakukan ialah dengan pengendalian biologis dan kimiawi. Salah
    satu contoh pengendalian kimiawi ialah dengan penyemprotan pestisida.
    Pengendalian gulma dibedakan menjadi dua, yaitu secara manual dan kimiawi.
    Pengendalian gulma secara manual dapat dilakukan dengan tangan maupun
    dengan alat dan mesin. Pengendalian gulma secara kimiawi dapat dilakukan
    apabila cara budidaya dan mekanis tidak mampu mengendalikan gulma.
    Pengendalian dengan herbisida harus menggunakan konsentrasi yang sesuai
    dengan anjuran karena penggunaan konsentrasi yang berlebih menyebabkan daun
    mengalami fitotoksis dan menjadi kering seperti terbakar. Beberapa jenis
    herbisida yang direkomendasikan untuk gulma pada tanaman tebu yaitu 2,4 D
    dimetil amina 865 gr/lt, ametrin 485 gr/lt, ametrin 500 gr/lt, ametrin 80%,
    parakuat diklorida 276 gr/lt, diuron 80,36%, dan diuron 500 gr/lt
    (Novrianty, 2016). 
5. 
    Pemanenan 
Panen dilaksanakan pada musim kemarau yaitu sekitar bulan April sampai
    Oktober. Hal tersebut berkaitan dengan masalah kemudahan transportasi tebu
    dari areal ke pabrik serta tingkat kemasakan tebu akan mencapai optimum
    pada musim kemarau. Kegiatan pemanenan diawali dengan tahap persiapan yang
    dilaksanakan sekurang-kurangnya tiga bulan sebelum panen dimulai. Tahap
    persiapan meliputi kegiatan estimasi produksi tebu, pembuatan program
    tebang, penentuan kemasakan tebu, rekrutmen kontraktor dan tenaga tebang,
    persiapan peralatan tebang dan pengangkutan, serta persiapan sarana dan
    prasarana tebang. 
Analisis kemasakan tebu perlu dilakukan untuk menentukan periode kemasakan
    optimal tebu dan sekaligus untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan
    tebu. Analisis ini dilakukan tiga kali dengan interval 2 minggu (satu
    ronde), pada saat tanaman menginjak umur delapan bulan. Setiap kali
    analisis dibutuhkan 15-20 batang atau sebanyak dua rumpun tebu, kemudian
    dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran tinggi batang, serta
    penggilingan untuk memperoleh nira tebu. Selanjutnya dilakukan pengukuran
    persen brix, pol dan purity dari setiap contoh. Data pol yang diperoleh
    dipetakan pada peta kemasakan tebu yang akan digunakan sebagai informasi
    untuk lokasi tebu yang sudah layak panen. Prioritas penebangan dilakukan
    dengan memperhatikan faktor lain selain kemasakan, yaitu jarak kebun dari
    pabrik, kemudahan transportasi, keamanan tebu, kesehatan tanaman, dan
    faktor tenaga kerja (PLP Temanggung, 2014). 
Daftar Pustaka
Astuti, H.S. 2011. Pengolahan Tanah dan Penamanan Tebu pada Lahan Kering.
    <http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/2308>. Diakses
    pada 3 Oktober 2018. 
Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, M. Syakir, dan W. Rumini. 2010. Budidaya
    dan Pasca Panen Tebu. ESKA Media, Jakarta. 
Novrianty, E. 2016. Cara Pengendalian Gulma pada Tanaman Tebu.
    
<http://lampung.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita/4-info-aktual/669-cara-pengendalian-gulma-pada-tanaman-tebu>.
    Diakses pada tanggal 3 Oktober 2018. 
PLP Temanggung. 2014. Budidaya Tebu.
    <http://sugarcane.forumid.net/t22-budidaya-tebu>. Diakses pada 3
    Oktober 2018. 
Pramuhadi, G. 2009. Mekanisasi Usahatani Budidaya Tebu Lahan Kering.
    Institut Pertanian Bogor, Bogor. 
Steenis, V. 2005. Flora untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradya Paramita,
    Jakarta. 
Sutardjo, E.R.M. 2002. Budidaya Tanaman Tebu. Bumi Aksara, Jakarta.


 
 
0 Komentar